Mengenal Amnesti Pajak (Tax Amnesty)

Blog Ekonomi - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perpajakan menjadi persoalan yang cukup menyita perhatian banyak masyarakat khususnya pada dunia usaha. Kenyataan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda. Pertama, banyak tuntutan dari masyarakat dan pengusaha sebagai wajib pajak agar diatur hubungan yang lebih adil antara wajib pajak dan petugas pajak. Kedua, upaya Direktorat Jendral Pajak yang semakin aktif dalam mengeksplorasi sumber potensial perpajakan karena besarnya tuntutan penerimaan pajak yang dibebankan pada lembaga tersebut.
Untuk mencapai target penerimaan Negara dari sektor perpajakan dibutuhkan upaya-upaya yang nyata serta mengimplementasikan dalam bentuk kebijakan pemerintah. Direktorat Jendral Pajak dapat mengambil langkah-langkah dalam rangka reformasi perpajakan yang berkelanjutan meliputi beberapa bidang, antara lain dalam sistem pelayanan dana administrasi, pengawasan wajib pajak, pengawasan internal, sumber daya manusia, sistem informasi dan teknologi dan lainnya. Upaya-upaya tersebut juga dapat berupa intensifikasi maupun ekstensifikasi perpajakan. Intensifikasi pajak dapat berupa peningkatan jumlah wajib pajak maupun peningkatan penerimaan pajak itu sendiri.
Upaya ekstensifikasi dapat berupa perluasan objek pajak yang selama ini belum tergarap. Untuk mengejar penerimaan pajak, perlu didukung situasi sosial ekonomi politik yang stabil, sehingga masyarakat juga bisa dengan sukarela membayar pajaknya. Penting untuk dipertimbangkan beberapa persoalan yang hingga saat ini menjadi perhatian bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Pada satu sisi, RUU Perpajakan dimaksudkan untuk mendukung ekstensifikasi perpajakan untuk dapat memenuhi target penerimaan pajak. Di sisi lain, terdapat masalah keadilanya itu, tuntutan kesetaraan antara wajib pajak dan petugas pajak serta persoalan pengampunan pajak (tax amnesty). 
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas Undang-Undang No. 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (UU-KUP) terutama dalam pasal 37A, yang disahkan pada tanggal 17 Juli 2007, terdapat apa yang disebut dengan sunset policy. Dimana kebijakan ini merupakan versi mini dari program pengampunan pajak yang banyak diminta kalangan usaha. Meskipun belum mampu memuaskan semua pihak tetapi kebijakan yang lebih dikenal dengan nama sunset policy ini telah menimbulkan kelegaan bagi banyak pihak.

Sunset Policy hanya memberikan atau pengurangan sanksi administrasi, sedangkan utang pokok wajib pajaknya tetap harus dilunasi. Kebijakan sunset policy ini telah berhasil menambah jumlah penerimaan PPh sebesar Rp. 7,46 triliun. Sunset Policy telah dilakukan pada tahun 2008 dan Pemberian fasilitas sunset policy ini dibatasi selama satu tahun sejak undang-undang ini diberlakukan.
Dalam sunset policy tarif pajak penghasilan yang dikenakan mengikuti ketentuan yang berlaku umum, berbeda dengan tax amnesty yang umumnya menggunakan tarif khusus yang lebih rendah. Sunset policy juga tidak memberikan pembebasan terhadap pidana umum yang dilakukan wajib pajak. Salah satu cara untuk meningkatkan penerimaan pajak tanpa menambah beban pajak baru kepada masyarakat, dunia usaha dan para pekerja adalah melalui program pengampunan pajak. Meskipun bukan satu-satunya solusi untuk mengatasi kesulitan anggaran negara, pengampunan pajak apabila dirancang dan dilaksanakan secara baik dapat membantu memperbaiki citra negatif yang selama ini melekat pada aparat pajak. 
Pengampunan pajak diharapkan menghasilkan penerimaan pajak yang selama ini belum atau kurang bayar. Disamping meningkatkan kepatuhan membayar pajak karena makin efektifnya pengawasan, didukung semakin akuratnya informasi mengenai daftar kekayaan wajib pajak. Dengan kata lain kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan subyek pajak maupun obyek pajak. Subyek pajak dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada diluar negeri, sedangkan dari sisi obyek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak. Indonesia pernah menerapkan amnesti pajak pada 1984. Namun pelaksanaannya tidak efektif karena wajib pajak kurang merespon dan tidak diikuti dengan reformasi sistem administrasi perpajakan secara menyeluruh.
Efektifitas pengampunan pajak dapat dilihat ketika pada tahun 1986 ditemukan bukti bahwa penerapan tax amnesty di beberapa Negara bagian Amerika Serikat selama empat tahun sebelumnya, mampu meningkatkan penerapan pajak secara signifikan. Tax amnesty bahkan menjadi kebijakan utama dalam peningkatan penerimaan pajak di 20 negara bagian di Amerika Serikat. 
Dalam penerapannya di Amerika Serikat, kebijakan tax amnesty mampu meningkatkan penerimaan pajak hingga ratusan juta dolar, yang sulit diperoleh atau bahkan akan hilang sama sekali. Tax amnesty terbukti mampu meningkatkan jumlah pembayaran pajak. Dalam hal ini, instansi yang menangani penerimaan Negara telah mengestimasi bahwa tax amnesty yang dipublikasikan dengan baik, dengan dukungan penegakan hukum yang lebih ketat atas peraturan perpajakan, dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak. 
Belajar dan menganalisis latar belakang, beberapa manfaat dan kelemahan dalam implementasinya dan alternatif lain kebijakan pengampunan pajak, serta perbandingan kebijakan tax amnesty di negara lain, Indonesia dapat lebih menerapkan tax amnesty dengan baik. 

A. Pengertian Amnesti Pajak (Tax Amnesty

Amnesti Pajak berasal dari dua kata yakni kata amnesti dan pajak. Jika dilihat dari definisinya, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Sedangkan definisi dari pajak adalah sebuah pungutan wajib, biasanya berupa uang yang harus dibayar oleh penduduk sebagai sumbangan wajib kepada negara atau pemerintah yang berhubungan dengan pendapatan, kepemilikan, harga beli barang. Sehingga pengertian dari Amnesti Pajak adalah sebuah program dari pemerintah berupa pengampunan kepada Wajib Pajak.
Program amnesti pajak meliputi:
a. Penghapusan pajak yang seharusnya terutang
b. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan
c. Penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).
Untuk mendapatkan amnesti pajak adalah dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.

B. Sasaran Amnesti Pajak 
Amnesti Pajak diharapkan dapat dimanfaatkan oleh beberapa pihak, diantaranya:
a. Wajib Pajak Orang Pribadi
b. Wajib Pajak Badan
c. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengan (UMKM)
d. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Penanda tangan di Surat Pernyataan:
a. Wajib Pajak orang pribadi;
b. Pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan; atau
c. Penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada huruf b berhalangan.
Persyaratan Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan Amnesti Pajak
a. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
b. Membayar Uang Tebusan;
c. Melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
d. Melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
e. Menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
f. Mencabut permohonan:
· Pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
· Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang;
· Pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar;
· Keberatan;
· Pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan;
· Banding;
· Gugatan; dan/atau
· Peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.

C. Periode Amnesti Pajak
Amnesti Pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017 dan terbagi kedalam 3 (tiga) periode, yaitu:
a. Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
b. Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
c. Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017

D. Mengapa saya harus ikut 
Kebijakan Amnesti Pajak adalah terobosan kebijakan yang didorong oleh semakin kecilnya kemungkinan untuk menyembunyikan kekayaan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena semakin transparannya sektor keuangan global dan meningkatnya intensitas pertukaran informasi antarnegara. Kebijakan Amnesti Pajak juga tidak akan diberikan secara berkala. Setidaknya, hingga beberapa puluh tahun ke depan, kebijakan Amnesti Pajak tidak akan diberikan lagi.
Kebijakan Amnesti Pajak, dalam penjelasan umum Undang-Undang Pengampunan Pajak, hendak diikuti dengan kebijakan lain seperti penegakan hukum yang lebih tegas dan penyempurnaan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan, Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta kebijakan strategis lain di bidang perpajakan dan perbankan sehingga membuat ketidakpatuhan Wajib Pajak akan tergerus di kemudian hari melalui basis data kuat yang dihasilkan oleh pelaksanaan Undang-Undang ini.
Ikut serta dalam Amnesti Pajak juga membantu Pemerintah mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; merupakan bagian dari reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

E. Kemana mengajukan Amnesti Pajak? 
Ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri dengan membawa Surat Pernyataan.
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri juga tempat awal yang harus dituju untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan

F. Tata cara pengajuan Amnesti Pajak adalah sebagai berikut:
1. Wajib Pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditentukan oleh Menteri untuk meminta penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan, yaitu:
a. Bukti pembayaran Uang Tebusan;
b. Bukti pelunasan Tunggakan Pajak bagi Wajib Pajak yang memiliki Tunggakan Pajak;
c. Daftar rincian Harta beserta informasi kepemilikan Harta yang dilaporkan;
d. Daftar Utang serta dokumen pendukung;
e. Bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan;
f. Fotokopi SPT PPh Terakhir; dan
g. Surat pernyataan mencabut segala permohonan yang telah diajukan ke Direktorat Jenderal Pajak
h. Surat pernyataan mengalihkan dan menginvestasikan Harta ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dialihkan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan repatriasi;
i. Melampirkan surat pernyataan tidak mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan dalam hal Wajib Pajak akan melaksanakan deklarasi;
j. Surat pernyataan mengenai besaran peredaran usaha bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang UMKM
2. Wajib Pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk mengajukan Amnesti Pajak melalui Surat Pernyataan, termasuk membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan
3. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pernyataan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau Tempat Lain yang ditentukan Menteri Keuangan.
4. Wajib Pajak akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan.
5. Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada Wajib Pajak
6. Dalam hal jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima
7. Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya dikeluarkan.

Komentar

Posting Komentar