Proses Masuknya Islam ke Nusantara

Setelah mempelajari berbagai sejarah peradaban Islam seperti Islam masa Rosul dan Khulafaur Rosyidin, Islam-Persia, Islam-Turki, Islam-Afrika, Islam-India. Kini saatnya mempelajari wilayah peradaban Islam terakhir yakni peradaban Islam di Asia Tenggara.
Proses Masuknya Islam ke Nusantara (Asia Tenggara)

Perlu pendekatan yang sangat kompleks untuk memahami peradaban Islam di Asia Tenggara, mengingat Islam bukanlah agama yang pertama kali menyentuh masyarakat Asia Tenggara. Setelah Hindu menjadi agama pertama di daratan Asia Tenggara, ada pula agama Budha yang datang setelahnya. Kedua agama tersebut telah lama membentuk pola-pola kebudayaan dalam masyarakat sesuai agamanya. Kemudian Islam datang di Asia Tenggara, membutuhkan suatu proses damai yang berlangsung selama berabad-abad karena mapannya beberapa kepercayaan yang telah ada, serta datanglah Kristen yang secara cepat meluluh lantakkan keberhasilan Islam di Asia Tenggara.
Dari situlah, Asia Tenggara memiliki beberapa endapan tradisi-tradisi dari beberapa agama tersebut dan menjadikannya sebagai interaksi yang kuat antar agama untuk memelihara kedamaian yang kuat selama berabad-abad. Bahkan, muncul penggambaran tentang beberapa wajah Islam seperti Islam Melayu, Islam Aceh, Islam Moderat dan lain-lain di wilayah Asia Tenggara saja.
Berbagai kerumitan yang kini terlihat pada sejarah perkembangan kebudayaan di berbagai wilayah Asia Tenggara, seolah mengabaikan realitas kebesaran Islam di wilayah tersebut pada masa lalu. Lalu, bagaimanakah sesungguhnya proses islamisasi di Asia Tenggara? Sejarah masuknya Islam ke wilayah Asia Tenggara belum menemui titik terang yang pasti dalam penelitian sejarah Islam. Dengan kata lain berbagai penelitian tentang hal tersebut, baik dari kalangan asing maupun pribumi belum bisa membuat paradigma historis yang menghubungkan antara satu sama lain. [1] Bahkan ada 3 teori besar yang menjelaskan tempat asal datangnya Islam ke Asia Tenggara, yakni Islam dari Arab (Hadramaut); Islam dari India (Gujarat dan Malabar) serta Islam dari Benggali (sekarang Bangladesh). Oleh karena itu, kami ingin mengulas teori apa yang kami simpulkan dengan harapan ada penelitian terhadap sumber sejarah yang ada dapat dipelajari kembali keabsahannya. Meskipun di kalangan pribumi ada beberapa penelitian historiografi tentang datangnya Islam di Asia Tenggara. [2] Namun, hal tersebut masih belum bisa dipastikan autentisitasnya bahkan dianggap mitos oleh karangan Barat.

B.      RUMUSAN MASALAH
1.     Bagaimana Proses Islamisasi ke Asia Tenggara?
2.     Dimana Letak Pusat Penyebaran Islam di Asia Tenggara?
3.     Bagaimana Perkembangan Ilmu Agama di Asia Tenggara?

PEMBAHASAN
A.     PROSES MASUKNYA ISLAM (ISLAMISASI) KE ASIA TENGGARA
Islamisasi Asia Tenggara yang fleksibel tanpa perang, membuat Islam banyak diterima oleh masyarakat. Mulai dari kepercayaan, praktek keagamaan sampai tradisi setempat dan terbawa sampai penerimaan masalah ideologi Negara. Hal ini tidak salah banyak yang berpikiran tentang Indonesia adalah Negara Islam atau bukan Negara Hukum. Proses demikian dilakukan oleh para pedagang muslim dan tidak diikuti oleh kolonial yang tidak memaksakan kristenisasi di Asia Tenggara. Sehingga, Islam di Asia Tenggara lebih kuat ke seluruh lapisan masyarakat dari Kristen yang dibawa oleh kolonial. Sistem kolonial yang terlalu memecah strata sosial masyarakat, membuatnya sulit untuk proses kristenisasi di Asia Tenggara.

1.     Kedatangan Islam di Asia Tenggara
Proses Islamisasi Asia Tenggara melalui proses yang panjang dengan beberapa situasi politik dan kondisi sosial dan budaya yang berbeda. Datangnya Islam ke Asia Tenggara pada abad ke-5 didahului oleh interaksi para pedagang Arab dan India di wilayah Kepulauan Melayu yang merupakan tempat persinggahan bagi para pedagang yang berlayar ke Cina dan sebaliknya. Munculnya Kerajaan Sriwijaya yang menjamin keamanan pelayaran di Selat Malaka sebagai jalur perdagangan internasional menjadi faktor penting munculnya peradaban Islam di Asia Tenggara. Pasalnya, di akhir abad ke-9 terlibatlah para saudagar muslim di wilayah ini. Bahkan ada bukti yang menunjukkan adanya pemukiman Muslim di Kepulauan Melayu pada abad ke-11. [3]
Dari beberapa pernyataan tersebut, mengartikan bahwa Islamisasi Asia Tenggara telah terjadi sebelum Kerajaan Malaka berkuasa. [4] Setelah Islamisasi tersebut berkembang pesat, barulah Kerajaan Malaka menguasai beberapa wilayah seperti Malaya (Aru, Pedir, Lambri, Pahang, Pattani, Kedah dan Johor) dan Sumatera (Kampar, Indra Giri, Siak, Jambi, Bengkalis, Riau dan Lingga). Beberapa wilayah tersebut mengaku bahwa Kerajaan Malaka juga menerima Islam. Sedangkan Kesultanan Brunei juga tidak luput dari Islamisasi Asia Tenggara di abad ke-15 dan berhasil mengislamkan wilayah kekuasaannya. [5]
Kekuasaan Kerajaan Malaka semakin meluas ketika memulai proses Islamisasi Jawa melalui pesisir u tara. Akhirnya tahun 1478, Majapahit berhasil dilumpuhkan oleh koalisi pemerintah-pemerintah Islam di bawah pimpinan Kerajaan Demak. [6] Tidak lama kemudian secara bertahap seluruh wilayah Jawa menerima Islam. Bahkan para Ulama Demak berhasil dalam misinya menyebarkan Islam di wilayah Banjarmasin.
Islamisasi Maluku dilakukan pada tahun 1498 yang sebelumnya Islamisasi Pulau Mindanao (Filipina / utara Maluku) pada tahun 1460. [7] Dari wilayah Sulu dan Mindanao, Islam menyebar ke utara sampai Manila dan banyak berdiri kerajaan Islam disana. Hingga akhirnya, Manila dihancurkan oleh Spanyol pada tahun 1570. [8]
Muslim Makassar yang baru saja diislamkan juga tidak butuh waktu lama untuk berhasil mengislamkan Bugis serta Sumbawa dan Lombok. Lalu, Bugis berhasil juga dalam menyebarkan Islam di Flores. Hanya Provinsi Bali yang masih tetap bertahan sebagai Kerajaan Hindu-Budha di Provinsi Kepulauan Asia Tenggara ini.
Dalam hal Muangthai, Islam lebih dulu terasa sebelum masa Kerajaan Ayutthaya berakhir pada akhir abad 14. Artinya sejak masa pemerintahan Kerajaan Sukhotai di abad ke-13, Islam telah memiliki peran kekuatan politik yang sangat besar Ayutthaya berkuasa. Bukti tersebut bisa dilihat bahwa para menteri dan pejabat penting pemerintah yang diangkat oleh raja adalah Kaum Muslim. Para pedagang memiliki pengaruh besar terhadap pemerintah. [9] Kondisi tersebut dimulai melalui hubungan baik yang dibangun oleh para pedagang muslim. Perdagangan selalu menjadi pelopor bagi perkembangan Islamisasi Asia Tenggara. Kaum Muslim di Asia Tenggara tidak hanya mampu mengontrol jalur perdagangan yang melintasi semenanjung, namun juga mampu mengamankan kunci administratif di seluruh Kerajaan. [10] Selain itu juga menangani tugas kemiliteran serta Angkatan Laut Perdagangan Pemerintah.
Peran Kaum Muslim di Burma juga sangat cemerlang. Mengingat jumlah mereka yang sedikit mampu menguasai bidang perdagangan, diplomatik, administrasi, politik, bahasa dan budaya. Para pelaut Muslim datang di sekitar abad ke-9. Sejarawan Arab bernama Al-Maghdisi menyebutkan bahwa Burma menjalin hubungan dengan India, Kepulauan Melayu dan Srilanka. Sejarah Burma menyebutkan orang-orang Arab atau kaum Muslim banyak berperan di pemerintahan, diantaranya: gubernur, tentara, penunggang kuda kerajaan dan administratur negara. [11] Di wilayah Arakan juga terjalin beberapa hubungan diplomatik, perdagangan , budaya dan kerjasama antara Pemerintah Arakan dan Pemerintah India. Bahkan Pemerintah Budha Arakan menggunakan nama dan gelar Islam.
Tidak lain halnya dengan Pemerintah Budha Kamboja yang mau tidak mau harus seperti Burma dan Ayutthaya yakni menjalin hubungan dengan kaum Muslim yang diketahui sangat berpengaruh terhadap kelangsungan politik dan perdagangan. Hal tersebut dikarenakan pada abad sebelumnya, Champa adalah Kesultanan Muslim yang wilayahnya bergabung dengan Kerajaan Kamboja. Namun, ketidakstabilan hubungan internasional di wilayah ini membuat kekuasaan muslim tidak bertahan lama. Kondisi tersebut semakin terlihat ketika Eropa menguasai wilayah Burma yang begitu cepat mengakhiri dominasi kaum Muslim.

2.     Pembawa dan Pelaku Islamisasi Asia Tenggara
Pelaku Islamisasi Asia Tenggara juga menimbulkan perbedaan pendapat. Sebagian mengatakan bahwa Islam dibawa langsung oleh orang Arab. [12]
Ada juga yang berpendapat dibawa oleh orang India dengan dasar pengamatan unsur-unsur budaya Islam. Unsur tersebut dilihat dari kebiasaan Syiah yang berkembang di Pantai Malabar dan Koromandel yang mayoritas menganut madzhab Syafi'i. pendapat ini dikuatkan oleh nisan-nisan kuburan Samudra Pasai yang menunjukkan asal dari Cambay-Gujarat. [13] Sedangkan Fatimi, mendasarkan pengamatan pada aliran tasawuf yang berkembang di Indonesia dan Malaysia, menyimpulkan bahwa Islam dibawa oleh Muslim Benggala. [14]
Meskipun demikian, ada kesamaan pandangan diantara mereka tentang pembawa Islam adalah para pedagang yang menyebarkannya melalui para pedagang, misionaris, guru agama (kyai), wali, haji dan ahli tasawuf. [15]

3.     Media dan Sarana Islamisasi Asia Tenggara
Media Islamisasi Asia Tenggara yakni melalui proses perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan (pesantren), kesenian, politik serta seni dan budaya. [16] Proses perkawinan dimulai dengan aktivitas para pedagang yang memiliki status ekonomi yang tinggi, kemudian membentuk komunitas desa yang lambat laun menjadi daerah bahkan pemerintah, hal yang seperti ini lebih mudah melalui pernikahan antar bangsawan. Kejadian seperti ini banyak diceritakan dalam babad-babad jawa. 
Media dan sarana yang lebih mudah diterima yakni mengkombinasikan antara ajaran tasawuf dengan memberikan istilah-istilah dan unsur budaya lokal yang berkembang sejak pra Islam. Selain itu, memanfaatkan lembaga pendidikan yang sudah ada sebelumnya seperti Pesantren yang dilanjutkan dengan para santri untuk memperluas ajaran Islam sekembalinya ke kampung halaman mereka masing-masing.
Aneka ragam seni juga dimanfaatkan untuk menyebarkan Islam. Hal tersebut dapat dilihat pada berbagai ragam tehnik bangunan, seni arsitektur dan seni pahat yang masih bisa dilihat di berbagai masjid, istana dan taman. Seni tari, seni musik dan seni sastra juga digunakan sebagai media penyebaran. 

4.     Perdagangan sebagai Media Transformasi Islam di Berbagai Aspek
Perdagangan memang memiliki peran sangat penting bagi transformasi islam yang akhirnya disebut sebagai revolusi keagamaan. Disebut demikian karena adanya konversi agama Islam secara besar-besaran di Asia Tenggara bersamaan dengan meningkatnya posisi Nusantara di jalur perdagangan dunia.
Selain itu, diterimanya Islam di Asia Tenggara, berdampak pada transformasi di berbagai aspek kehidupan seperti hukum, budaya, politik sampai pendidikan. Hukum Islam mulai digunakan meskipun tetap selektif sesuai kondisi masyarakat, misalnya:
a.     Undang-Undang Malaka Kompilasi, tahun 1450. Dengan jelas berisi hukum Islam yang mengharuskan pemerintahan Malaka dijalankan sesuai hukum Qur'ani. [17]
b.       Prasasti Trengganu (1303). Menerapkan hukum Islam di Kerajaan tersebut. [18]
c.     Provinsi Pattani. Hukum Islam diterapkan sampai akhir abad 19. [19]
d.    Hukum Pahang. Sekitar 42 dari 62 pasal menerapkan hukum madzhab Syafii. [20]
e.     Wilayah Aceh merupakan pelaksana hukum Islam terketat di Asia Tenggara.

Pengaruh politik Islam banyak terbantu oleh posisi para pedagang Muslim dan para Sufi. Perdagangan dan pelayaran dimonopoli oleh para pedagang muslim dengan menjalin kerjasama dengan pihak luar. Bahkan sebagian besar pelabuhan berada dalam pengaruh mereka. Pernyataan bahwa mereka adalah orang-orang kaya dan terpelajar yang berhasil membangun ekonomi yang terhormat memang tidak bisa dibantah. Selain itu, masuk Islamnya para penguasa lokal merupakan kemenangan bagi kaum muslim yang diikuti dengan masuk Islamnya masyarakat yang diikuti dengan berkembangnya rute perdagangan baru. Serta berbagai gelar juga telah merujuk pada sebutan-sebutan yang bernafaskan Islam.
Dalam segi Budaya, Islam mengkombinasikan antara budaya Islam dengan budaya masyarakat. Artinya, proses Islamisasi Asia Tenggara tidak berarti mengganti budaya masyarakat dengan budaya Islam. Namun, memasukkan berbagai budaya Islam tanpa menghilangkan budaya yang ada dalam masyarakat dengan mengganti hal-hal yang berbau musyrik. Selain itu, iman Islam serta etos yang lahir juga telah menunjukkan dibangunnya dasar kebudayaan Islam di Asia Tenggara dengan kombinasi muatan lokal yang telah ada.
Akhirnya, bidang pendidikan juga menjadi bagian Islamisasi Asia Tenggara. Pendidikan sudah tidak istimewa bagi bangsawan. Semua kalangan bisa merasakan tingkat pendidikan yang sama. Bahasa Melayu juga menjadi faktor penting pemersatu Asia Tenggara. Sejumlah karya bermutu di bidang teologi, hukum, sastra, sejarah semakin banyak bermunculan. Sistem pendidikan Islam mulai direncanakan yang ditandai dengan berdirinya lembaga pusat pengajaran di Masjid dan Surau yang bersamaan berdirinya banyak Pesantren di Jawa serta banyak Pondok di Malaya.
Berkembangnya peradaban Islam di Asia Tenggara semakin lengkap ketika Ibadah Haji mulai diselenggarakan; Terjalinnya ikatan emosional, spiritual, psikologis dan intelektual dengan kaum Muslim Timur; arus imigrasi masyarakat Arab dan Asia Tenggara semakin deras yang sekaligus semakin banyak melahirkan Ulama pribumi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi Islam melalui perdagangan di berbagai aspek kehidupan masyarakat Asia Tenggara, antara lain:
a.          Keluwesan keimanan Islam yang dapat dipakai dalam segala kebutuhan dan kondisi.
Sistem keagaamaan lokal sebelumnya mengajarkan penganutnya untuk tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dengan Tuhannya untuk mendapatkan perlindungan secara kontinu. Sedangkan sistem keimanan Islam mengajarkan mereka berada di luar pemujaan ketika peran perdagangan mereka semakin meningkat. Sistem tersebut memberikan perubahan tersendiri pada perkembangan kaum muslim secara besar-besaran. Dalam kenyataannya, bukti tersebut ditemukan perubahan sistem ini paling awal dan menyeluruh di wilayah pantai khususnya pelabuhan. Perubahan secara universal juga memberikan keuntungan tersendiri bagi kepentingan legitimasi kekuasaan Islam di Asia Tenggara. [21]
b.          Keterkaitan Islam dengan kekayaan.
Para pedagang muslim menggunakan kekayaan dan peran perekonomian mereka untuk memainkan peran politik lokal. Pengaruh tersebut seperti dilaporkan I'Tsing ketika datang ke Palembang pada 671, bahwa Sriwijaya berhubungan dengan khalifah Muawiyah Ibn Abi Sufyan (661) dan khalifah Umar Ibn Abd al-Aziz (717-720). Hubungan tersebut menjelaskan keterlibatan Muslim dalam hal politik dan diplomatik. Hal ini diperkuat dengan pengiriman duta Sriwijaya ke Cina yang dianggap sebagai utusan perdagangan dengan Timur Tengah. [22]
c.          Kekuatan Islam secara spiritual, ekonomi, politik dan militer
Sistem kekuasaan di Asia Tenggara menuntut legalitas formal atas kekuasaan yang dipegang pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan pemerintah-pemerintah Islam Asia Tenggara ada citra pretisus tersendiri untuk memimpin pemerintahan. Ketika suatu pemerintah mengubah sistem keimanan Islam, maka dengan sendirinya masyarakat juga mengubah sistem mereka.
Budaya agraris dan pandangan kosmopolis memberikan Islam di Asia Tenggara melahirkan corak yang khas, inklusif dan sinkretik. Islam tampil sebagai agama yang akomodatif terhadap nilai dan sistem kepercayaan lokal yang telah mapan. [23] Karena itu pula berbagai ajaran Walisongo dapat diterima masyarakat.

B.      PUSAT PENYEBARAN ISLAM DI ASIA TENGGARA
Berbagai pendapat tentang asal mula Islamisasi Asia Tenggara, hampir semuanya selalu dimulai di Pasai dan sepanjang kota pesisir lainnya seperti pesisir timur laut Sumatera dan pesisir utara Jawa. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri jika kegiatan sekuler dan perdagangan dapat berkembang dengan baik di kota pelabuhan hingga interior. [24] Lima komponen utama setidaknya ada pada kota Islam yang ideal meski tidak mutlak, yaitu:
a.     Benteng kota atau bangunan pertahanan
b.     Wilayah pemerintah yang meliputi tempat tinggal raja, kantor pemerintahan dan berbagai fasilitas untuk kepentingan para pasukan pengawal pribadi raja
c.     Komplek urban yang terdiri dari masjid, lembaga pendidikan dan pasar
d.    Pemukiman khusus (tukang, pedagang, bangsawan, etnis asing, pemeluk agama minoritas)
e.     Pinggiran kota bagi perantau yang menetap sementara. [25]
Kota lama seringkali dapat melacak berbagai unsur tersebut. [26] Berikut kota-kota yang diyakini ada Kerajaan Islam Asia Tenggara:
1.          Samudra Pasai
Adanya berita Cina yang melaporkan pada 1282 tentang adanya utusan Sa-mu-ta-la (Samudra) Kekaisaran Cina dengan nama Islam yakni Sulaeman dan Husain. Bukti lain ada pada Nisan makam Sultan al-Malik as-Saleh (Raja Pertama) yang meninggal pada tahun 1297. Raja kemudian menikahi putri Perlak dan berputera dua yang kemudian muncul pemerintah gabungan Samudera Pasai. [27] bukti lain yakni perjalanan Marco Polo dari Cina ke Persia pada tahun 1292 yang menyatakan dirinya telah mengunjungi enam dari delapan Negara yang terkait di Sumatera dan hanya satu diantaranya yaitu Ferlec (kemudian disebut Perlak). [28] Ibnu Batutah pada 1345, pada perjalanannya juga sudah bertemu Sultan al-Malik az-Zahir yang telah mengirim utusan ke Delhi dan Cina. Fa-Hien menuliskannya dalam perjalanan ke India, bahwa pemerintah ini telah berpenduduk Islam yang taat. [29] Kemudian pemerintah ini runtuh oleh Portugis pada tahun 1521.

2.          Malaka
Pendiri kerajaan ini adalah Parameswara (Muhammad Iskandar Shah) yang menikah dengan saudara perempuan Raja Pasai di tahun 1400. Kemudian digantikan oleh Sri Maharaja (Muhammad Shah) pada tahun 1424-1444 dan Sri Parameswara Dewa Shah (Abu Sa'id atau Raja Ibrahim) pada tahun 1444-1445. [30] Dibawah perintah Sultan Muzaffar Shah pada tahun 1445-1459, Malaka menyebarkan Islam secara cepat serta mampu menguasai perdagangan. Saat itu, Pasai dipimpin Sultan Manshur Shah (1457-1477).
Pahang untuk pertama kali diperintah Raja Islam yakni putera Sultan Malaka. Trengganu dan Kedah juga memiliki hubungan dengan Malaka yang juga menerima Islam dan diikuti oleh daerah sisi barat Sumatera yakni Rokan, Kampar, Siak dan Indragiri. [31] Malaka kemudian dikuasai oleh Portugis pada 1511 yang mengakhiri pusat penyebaran Islam di wilayah ini. Lalu Ibu Kota dipindah dari Sungai Johor ke Kepulauan Riau untuk mengakomodasi kepentingan Aceh, Portugis dan Belanda sampai 1641. Aceh kemudian menggantikan Malaka sebagai pusat Islam dan memperkuat posisi pemerintahan. [32]

3.          Aceh
Mulai sekitar tahun 1524, Aceh menjadi Kerajaan Islam yang kuat dan membuat Pasai sebagai bagian wilayahnya. Disusul Lamuri dan Aceh Dar al-Kamal yang menjadikannya sebagai pemegang komoditas lada. Raja pertamanya yakni Ali Mughayat Shah, kemudian digantikan oleh putranya yaitu Ala ad-Din Shah pada 1548-1571 berhasil menaklukkan Aru dan Johor. Bahkan, menyerang Portugis di Malaka atas persenjataan Dinasti Ottoman pada 1562. [33] Sedangkan puncak kejayaannya terjadi pada masa Sultan Iskandar Muda pada 1608-1637, yang berhasil menguasai sepanjang pantai Sumatera sebagai regulator pedagangan lada. Bahkan, istananya dilapisi emas. [34] Penggantinya yakni adik iparnya Iskandar Thani yang wafat muda membuat pemerintah ini mengalami kemunduran.

4.          Minangkabau
Pemerintah ini menerima Islam lebih akhir karena berada di pegunungan. Utusan yang dikirim ke Malaka yang saat itu dibawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque pada tahun 1511 belum memeluk Islam. Hubungannya dengan Aceh diawali dengan perseteruan yang diakhiri dengan perkawinan penguasa Minangkabau dengan saudara perempuan Sultan Aceh. Minangkabau mendapatkan wilayah teritori pantai yang lebih luas dari Aceh, sehingga harus berhubungan dengan para pedagang Muslim. [35]

5.          Serawak, Sulu dan Mindanao
Serawak, Sulu dan Mindanao (Philipina bagian utara) berada pada rute perdagangan bangsa Arab baik pedagang maupun da'i dari Malaka yang membawa Islam ke tiga wilayah tersebut. Namun sesuai catatan Portugis oleh de Brito, Raja Brunei belum memeluk Islam pada tahun 1514. Sedangkan laporan Spanyol menyatakan telah ada pemukiman Muslim pada tahun 1567 di Kepulauan Philipina. [36]
Sultan al-Akbar Tata dari Pemerintah Brunei menyatakan dukungannya terhadap Islam. Namun, ia baru memeluk Islam di masa setelahnya yang kemudian diberi gelar Sultan Muhammad. Kemudian diganti oleh Nakoda Ragam atau Sultan Bolkiah yang mengalami perkembangan sampai membentuk angkatan perang serta membangun benteng pertahanan.
Akhirnya kepulauan Sulu berhasil diislamkan melalui islamisasi para pemimpin kelompok demi kelompok. [37] Kapten Thomas Forrest mencatat Sulu dan Mindanao diislamkan oleh misionaris Arab yakni Syarif dari Mekah di tahun 1475. [38]
Spanyol melaporkan bahwa Sulu di tahun 1521 telah ada pemukiman muslim yang telah berhubungan dagang dengan Muslim Jawa dan India. [39] Misi Spanyol membawa Kristen dianggap oleh Sulu dan Mindanao sebagai penjajahan atas politik mereka. Dua wilayah ini kemudian menjadi pusat gerakan kemerdekaan Philipina.

6.          Jawa
Ma Huan mengatakan bahwa di Jawa bagian Timur pada 1415-1432 telah ada tiga komunitas pemukiman yakni Muslim dari barat, Muslim dari Cina dan pribumi. Sedikitnya penduduk pribumi tidak menghilangkan indikasi adanya pemukiman muslim. Nisan makam Malik Ibrahim yang berangka 1419 dipercaya sebagai pedagang Muslim asal Gujarat, India. Makam sejaman yakni Putri Campa (salah satu istri Prabu Brawijaya) dengan model pemakaman Islam ada angka 1448.
Putri Campa adalah bibi dari Raden Rahmat Ampeldenta yang memimpin komunitas muslim di masa Kerajaan Majapahit. [40] Murid Raden Rahmat yakni Raden Paku berhasil mengislamkan penduduk sekitar Giri dan membangun masjid disana. Raden Rahmat juga mengutus Syeikh Khalifah Husein ke Madura. [41] Bupati-bupati sepanjang pantai utara Jawa beralih dari dewa-raja Majapahit menjadi Muslim. [42] Dari situlah diyakini sebagai awal mula perkembangan Islam yang pesat di Pulau Jawa. Para wali (sebutan para pendakwah Islam Jawa) sering menggunakan karomahnya untuk memutus kepercayaan lama di masyarakat dengan kepercayaan Islam.
Salah satu sistem pemerintahan yang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Islam pertama di Jawa adalah Demak dengan Raja pertama yakni Raden Patah [43] dan dibantu oleh para Ulama yang kemudian dikenal dengan Walisongo. Pengganti Raden Patah yakni Pati Unus menyerang Malaka saat dikuasai Portugis di Tahin 1512-1513 namun gagal. [44]
Raja Demak pada 1524-1546 Sultan Trenggono (Ahmad Abdul Arifin),  berhasil menyebarkan Islam ke seluruh Jawa bahkan sampai Banjarmasin dan Palembang melalui penaklukan Sunda Kelapa, Majapahit dan Tuban pada 1527 disusul Madiun, Blora (1530), Surabaya (1531), Pasuruan ( 1535), Lamongan, Blitar, Wirasaba dan Kediri (1544). [45] Dibantu Syekh Siti Jenar dan Sunan Tembayat, daerah pedalaman Merapi, Pengging dan Pajang berhasil ditaklukkan. [46] Namun, Demak mundur ketika terjadi konflik saudara yang berujung pada terbunuhnya Trenggono. Sultan Prawoto tidak berdaulat lama kerena dibunuh Arya Penangsang dari Jipang pada 1549, yang kemudian Arya Penangsang terbunuh oleh Jaka Tingkir sekaligus mengakhiri dominasi Kerajaan Demak dan dilanjutkan Pajang dan Mataram.
Tahun 1619 ketika Mataram dipimpin oleh Sultan Agung praktis seluruh Jawa Timur berada di bawah pemerintahan Islam. Mulai saat inilah konflik senjata sering terjadi dengan VOC. Penggantinya Amangkurat I justru tidak pro dengan Islam dan menimbulkan banyak pertentangan dari Ulama hingga runtuhnya Mataram. [47] Bahkan, sekitar 5000-6000 Ulama dan Santri yang dianggapnya berbahaya dibunuh massal pada 1647.
Sedangkan di Jawa bagian barat, Kerajaan Islam dengan nama Kesultanan Cirebon telah ada di Gunung Jati pada waktu yang sama oleh Syarif Hidayatullah. Penyebaran Islam dilanjutkan ke Kawali (Galuh), Majalengka, Kuningan, Sunda Kelapa sampai Banten. Di Banten, pengembangangan dan perekonomian Muslim mulai dibangun sampai raja berikutnya Sultan Hasanudin (putranya). Penyebaran Islam dilakukan sampai Lampung dan Palembang. Setelah Hasanudin wafat, banyak konflik terjadi antara Banten dan VOC. [48]

7.          Maluku dan Sulawesi
Penyebaran Islam mencapai Maluku pada abad ke-15. Pada Abad sebelumnya, Raja Ternate ke-12 yakni Molomateya (1350-1357) pernah bersahabat dengan orang Arab untuk menuliskan kaligrafi pada kapalnya namun bukan berarti telah memeluk Islam. Sedangkan Raja Tidore telah menggunakan nama Islam yakni Hasan Shah namun belum ditemukan komunitas Muslim yang besar pada masa tersebut.
Raja Zainal Abidin (1486-1500) dipercaya sebagai raja pertama yang memilih beragama Islam karena tertekan dengan perdagangan Muslim. Sehingga, misi Kristen yang dibawa pada tahun 1522 terhalang. Bahkan di Ambon berhasil didirikan masjid dengan atap tujuh lantai meniru masjid di Giri oleh qadi bernama Ibrahim. [49]
Raja Pertama Kerajaan Islam Tidore yakni Alauddin (1591-1636) didukung oleh kekuatan Kerajaan Islam Gowa-Tallo yang menjalin hubungan baik dengan Ternate dan Giri di Gresik. [50] Tradisi memberikan kabar baik seorang raja pada raja lain (di Luwu, Wajo, Soppeng dan Bone) memfasilitasi penyebaran Islam selanjutnya. [51] Seiring intervensi Belanda dan Portugis, Demak dan Jepara bersekutu dengan Kerajaan Hitu melawan kolonisasi Portugis di Ambon.

8.          Kalimantan
Tidak berbeda dengan wilayah lainnya yang perkembangan Islam pesatnya terjadi di daerah pesisir. Kerajaan Demak kala itu membantu pemerintah Banjarmasin untuk menaklukkan musuhnya dengan syarat masuk Islam. Di pantai Barat Laut (Brunei), Spanyol telah menemukan pemukiman Muslim pada 1521 yang kemudian menyebar ke Sukadana pada tahun 1550. Tahun 1600, Islam menjadi mayoritas agama masyarakat pesisir setelah Raja mereka memperistri putri Kerajaan Demak pada 1590. Suku Idaan di Kalimantan bagian Utara memandang bahwa Islam lebih mulia dari kepercayaan mereka sendiri. Sedangkan Suku Dayak sejak 1671-1674 telah banyak yang beralih memeluk Islam. Hal tersebut tidak lepas dari masuknya bangsa luar seperti Arab, Bugis, Melayu dan Cina yang berlangsung sejak abad ke-7. Memang mayoritas masyarakat Kalimantan adalah keturunan asing. [52]  

9.          Bali, Lombok dan Sumbawa
Islamisasi di Bali erat kaitannya dengan Jawa. Banyak bangsawan Hindu yang melarikan diri ke Bali setelah Majapahit ditaklukkan (1481). Masuknya Islam di Lombok pada bangsa Sasak tidak lepas dari peran misionaris Bugis (diislamkan Raja Bone) yang menikah dan menetap di Lombok. [53] Akibatnya, suku Sasak terpecah menjadi dua golongan yakni Islam Lombok dan Hindu Bali. Pada abad 18, Bali menyerang Lombok dengan sewenang-wenang. Akhirnya Sasak meminta bantuan Belanda pada 1894, dan jalan tersebut membuat Islam berkembang di Lombok. [54]

10.      Siam (Thailand)
Para pedagang Arab dan India-lah yang menyebarkan agama Islam di daerah ini, penduduk Siam menyebutnya Khek Islam yang berarti muslimin. [55] Penyebar lain adalah tentara dan bangsawan saat terjadi peperangan dengan Malaka dan Kedah.

11.      Burma (Myanmar)
Daerah yang berpenduduk muslim pertama adalah Arakan di timur pantai Teluk Banggala. Banyaknya masjid dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan islamisasi di wilayah ini, terutama di wilayah Mandalay ibukota Burma. 

C.     PERKEMBANGAN ILMU AGAMA
Dalam sejumlah artikel tentang sufisme, dibutuhkan kewaspadaan tentang islamisasi yang hanya terbatas pada pemahaman politis dan ekonomi. [56] Telaah dokumen-dokumen Islam berbahasa Eropa dan Melayu menunjukkan bahwa masalah keagamaan menjadi sangat penting bagi Raja Melayu. Hikayat Raja-raja Pasai secara tidak langsung juga mengajukan seorang Raja Pasai yang memiliki kekuatan magis sehingga menjadi raja karena keislamannya. Magis tersebut seringkali menjadi adu kekuatan antar raja yang dianggap sebagai musuhnya. [57]
Sufisme juga menggambarkan sebutan Wali untuk Sultan mereka. Berdasarkan karangan kitab tasawuf, ajaran dibagi menjadi dua yakni heterodoks dan ortodoks. Ajaran Hamzah Fanshuri disebut wujudiyah karena memandang wujud makhluk yang dibesarkan adalah tidak ada selain wujud sang pencipta. Ajaran ini juga disebut dengan 'Martabat Tujuh' yang erat kaitannya dengan ajaran Ibn Al-Arabi. [58] Hamzah Fanshuri dan Syamsudin mendapatkan perlindungan dari Raja Iskandar Muda yang membuat mereka semakin produktif berkarya.
Namun, ajaran tersebut mendapat tantangan dari Nuruddin ar-Raniri yang menulis karya-karyanya di masa pemerintahan Sultan Iskandar Thani (1637-1644). Bahkan, menganjurkan orang-orang yang berlawanan untuk menghancurkan karya tersebut. Karangan Nuruddin yang jelas menentang karya Hamzah dan Syamsudin tentang ketidak setujuannya dengan pendapat bahwa Allah itu ruh dan wujud Tuhan adalah Asrarul Insan fi Ma'rifati Ruh wa Rahman. [59]
Tokoh lainnya 'Abd al-Ra'uf dari Singkel (Syekh Kuala / murid Ahmad Kushashi), mendirikan pesantren dekat muara sungai Aceh dengan mengajarkan tasawuf dari tarekat Syattariyah bermadzhab Syafi'i, karyanya yakni Tafsir Al-Qur'an ke dalam bahasa Melayu dan menerjemahkan kitab Mawaiz al-Badi'a yang isinya tentang 32 hadits qudsi dan puisinya yang berjudul Sya'ir Ma'rifat. [60] Muridnya Syekh Burhanuddin dari Ulakan Minangkabau banyak berkarya pada masa Sultanah Syafiatudin, seperti Mirat at-Tulab fi Tasyl Ma ' rifatal-Ahkam asy-Syari'ah li Malik al-Wahab (pengantar ilmu fikih), karya tasawufnya diantaranya Kiyafat al-Muhtajin, Daqiq al-Huruf, Bayan Tajalli, Umdat al-Muhtadin.
Dari lima madzhab fiqih yang terkenal, hanya madzhab Syafi'i yang memiliki pengaruh luas di Asia Tenggara pada umumnya dan Indonesia pada khususnya. Tafsir Minhaj at-Talibin dengan kitab al-Tuffah karangan Ibn Hajar (w.975) dan Nikayah karangan ar-Ramli (w.1006). Sejak itulah banyak kitab kompilasi dari waktu ke waktu namun tidak ada ajaran yang baru. Tidak bisa dipastikan kapan awal datangnya madzhab Syafi'i di Asia Tenggara.

PENUTUP
Proses islamisasi di Asia Tenggara menunjukkan adanya waktu, bentuk dan pola yang tidak seragam. Islam masuk ke wilayah ini dengan kondisi sosial kultural yang telah mapan dengan bentuk yang beragam. Bentuk dan sifat pergaulan politik antara santri dan abangan yang berbeda seringkali menimbulkan tantangan untuk memperoleh dominasi politik. Usaha itulah yang memberikan warna bagi munculnya Islam pada posisi kehidupan bernegara, formasi sosial dan dinamika beragama.
Ada tiga pola dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pertama, pola dominasi Islam atas sistem lokal. Kedua, pola yang memposisikan Islam dalam dominasi sistem lokal. Ketiga, pengintegrasian antara Islam dan sistem lokal dalam satu perkembangan. Pola tersebut menunjukkan selain adanya proses Islamisasi, ada pula proses pribumisasi.



[1] Azyumardi Azra, Perspektif Islam di Asia Tenggara, Jakarta: Yayasan Obor, 1989, Hal: VI-VIII
[2] Taufik Abdullah, Menuju Sejarah Pemikiran Islam di Asia Tenggara: Sebuah Wisata Bibliografi pada Sejarah, Pemikiran, Rekonstruksi dan Persepsi. Vol 3, Jakarta: Gramedia, 1993, Hal. 1-11.
[3] SQ Fatimi, Islam Come to Malaysia, Singapura: Malaysian Sociological Research Institute, 1963, Hal. 66-69
[4] DGE Hall, A History of Southeast Asia Ed. 4, London: Macmilan, 1981, Hal. 221-235 dan MA Rauf, A Brief History of Islam with Special Refference to Malaysia, Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1964, Hal. 84
[5] DGE Hall, A History of Southeast Asia Edisi ke-4, London: Macmilan, 1981, Hal. 198
[6] DGE Hall, A History of Southeast Asia Edisi ke-4, London: Macmilan, 1981, Hal. 230
[7] Adib Majul, Muslims in the Philippines, Quezon City: University of Philippines, 1973, Hal. 72-73
[8] Lainnya Yok Fang, Undang-Undang Melaka, The Hague: Martinus Nijhoff, 1976, Hal. 163
[9] Ibnu Muhammad Ibrahim, "The Ship of Sulaiman" terjemahan John O'Kane, London: Routledge and Kegan Paul, 1972, Hal. 94-97 dan Oemar Farouk Shaeik Ahmad, "Muslim in The Kingdom of Ayutthaya", Journal of The History Department University Kebangsaan Malaysia, 1980, bil.10 pp. 206-214
[10] Andrew Forbes, "Tenasserim: The Thai Kingdom of Ayutthaya s Link with the Indian Ocean", Indian Ocean Newsletter, Juni 1982, 3/1
[11] Moshe Yegar, The Muslims of Burma: A Study of a Minority Group, Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1972, hal. 2
[12] Hamka dan M. Sa'id, Risalah Seminar Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia di Medan, 1963, hal: 87 & 207.
[13] Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, hal. 182 terj. C. Snouck Hurgronje, "De Islam in Nederlandsch-Indie", VG, IV, II, Kurt Schroeder Bonn und Leipzig, 1924, hal. 106
[14] Fatimi, Islam Come to Malaysia, Singapura: Malaysian Sociological Research Institute, 1963, Hal. 14,18,23.
[15] Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, hal. 188.
[16] Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, hal. 188-195.
[17] Lain Yok Fang, Undang-Undang Melaka, The Hague: Martinus Nijhoff, 1976, Hal. 163
[18] MG Hooker, "The Trengganu Incriptiona in Malayan Legal History", The Malaysian Branch: The Royal Asiatic Society 49, 1976, No. 2 Hal 127-131.
[19] Mohd. Zawawi Salleh, "Administrasi Hukum Islam di Pattani", Kuala Lumpur: Fakultas Hukum Universitas Malaya, 1978/79
[20] John E. Kempe dan RO Windstedt, A Malay Legal Digest, disusun untuk Abdul Ghafur Muhaiyudin Shah Sultan Pahang, Journal of The Malaysian Branch of The Royal Asiatic Society, 1948, No. 21 Hal. 24-25
[21] Azyumardi Azra, Reinans Islam di Asia Tenggara: Sejarah Wacana dan Kekuasaan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, Hal. 21
[22] Azyumardi Azra, ... Hal. 2 2-23
[23] Azyumardi Azra, ... Hal. 23
[24] AH Hourani dan SM Stern, "The Islamic City A Collogium: The Light of Recent Research", Oxford: Bruno Cassiarer, 1970, hal: 9-24
[25] AH Hourani ... hal: 21-23
[26] Studi arkeologi perkotaan yang menggunakan data nama tempat baik yang masih bertahan atau tinggal sisanya
[27] AS Harahap, Sedjarah penjiaran Islam di Asia Tenggara, Medan: TB Islamiyah, 1951, hal: 11
[28] AS Harahap, Sedjarah ... hal: 11 dan. PM Holt dan Ann KS Lambton dan Bernard Lewis, The Cambridge History of Islam Vol.2, New York: Cambridge University Press, 1970, hal: 123
[29] AS Harahap, Sedjarah penjiaran Islam di Asia Tenggara, Medan: TB Islamiyah, 1951, hal: 12
[30] PM Holt ..., hal: 126
[31] PM Holt ..., hal: 126
[32] PM Holt ..., hal: 127
[33] PM Holt ..., hal: 127
[34] PM Holt ..., hal: 127
[35] PM Holt ..., hal: 128
[36] PM Holt ..., hal: 128
[37] PM Holt ..., hal: 129
[38] PM Holt ..., hal: 73
[39] PM Holt ..., hal: 74
[40] Nawawi Rambe, Sejarah Dakwah Islam, Jakarta: Widjaja, 1981, hal. 333 terj. Thomas Arnold, The Preaching of Islam
[41] Nawawi Rambe ...
[42] PM Holt ..., hal: 130
[43] Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: MUI, 1992, Hal. 69
[44] HJ. De Graaf dan TH. G. Pigeud, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Jakarta: Grafiti Press, 1985, hal. 49 
[45] HJ. De Graaf dan TH. G. Pigeud, Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa, Jakarta: Grafiti Press, 1985, hal. 62
[46] Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: MUI, 1992, Hal. 70
[47] HJ. De Graaf, Disintegrasi Mataram dibawah Amangkurat I, Jakarta: Grafiti Press, 1987, hal. xi
[48] ​​Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru jilid I, Jakarta: Gramedia, 1987, hal. 114
[49] HJ. De Graaf, Disintegrasi Mataram dibawah Amangkurat I, Jakarta: Grafiti Press, 1987, hal. 15
[50] Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: MUI, 1992, Hal. 89
[51] Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, hal. 26
[52] AS Harahap, Sedjarah penjiaran Islam di Asia Tenggara, Medan: TB Islamiyah, 1951, hal: 42
[53] AS Harahap, Sedjarah penjiaran Islam di Asia Tenggara, Medan: TB Islamiyah, 1951, hal: 54
[54] AS Harahap, Sedjarah penjiaran Islam di Asia Tenggara, Medan: TB Islamiyah, 1951, hal: 55
[55] AS Harahap, Sedjarah penjiaran Islam di Asia Tenggara, Medan: TB Islamiyah, 1951, hal: 79
[56] AC. Milner, Islam and Malay Kingship, hal.29
[57] Kesaktian ini sering disebut keramat yang dianggap berasal dari kata karamah
[58] Drewes, Indonesia, Mysticism and Activism, New York: Chicago Press, 1963, hal. 289
[59] Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, hal. 207
[60] Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional Indonesia III, Jakarta: PN Balai Pustaka, hal. 208 

Komentar