Pemberdayaan Zakat

Blog Ekonomi -  Secara etimologi (bahasa) kata zakat merupakan kata dasar (masdar) dari (ﺍﻠﺰﻜﺎﺓ) . Zakat yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik, berarti tumbuh dan berkembang, dan seseorang itu zaka, berarti orang itu baik, ditinjau dari sudut bahasa, adalah suci, tumbuh, berkah, dan terpuji.[1]
Pemberdayaan Zakat
Dalam terminologi fikih, Qardhawi mengutip pendapat Zamakhsari, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah untuk dikeluarkan dari kekayaan dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Zakat menjadi berkah karena yang dikeluarkan itu menambah banyak, membuat lebih berarti, dan melindungi kekayaan itu dari kebinasaan. 
Sedangkan menurut terminology syariat, zakat adalah nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syariat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan tertentu pula.[2]
Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan istilah sangat erat sekali. Bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah suci dan bersih (baik). 

PANDANGAN BEBERAPA ULAMA 
Para ulama fiqih, memiliki pemahaman yang sangat beragam tentang masalah zakat yang secara umum dapat dipahami bahwa zakat adalah penunaian hak dan kewajiban dalam harta untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya sebagaimana dalam surat At-Taubah ayat 60. 
"Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana."

ZAKAT SEBAGAI PEMBERDAYA EKONOMI UMMAT 
Zakat merupakan sesuatu yang sakral dan wajib diaplikasikan bagi setiap masyarakat muslim yang mampu. Setiap 2,5 % (minimalnya) dari harta yang dimiliki setiap orang mampu, wajib dikeluarkan kepada yang membutuhkan, karena di 2,5 % itu adalah hak bagi masyarakat yang membutuhkan. 
Zakat tersebut bisa merupakan Zakat Konsumtif (dapat dikonsumsi langsung) maupun Zakat Produktif (tidak berhenti di konsumsi, justru berbentuk investasi dan terus diproduksi). Yaitu berupa pendidikan bagi anak yang kurang mampu, penyuluhan-penyuluhan di daerah miskin, pemberian modal usaha bagi si penerima zakat, dll. 
Tidak salah bahwa Islam telah mensyari’atkan zakat. Faktanya, zakat sangat berperan bagi pembangunan ekonomi masyarakat. Disamping itu, zakat sangat berperan terhadap distribusi kesejahteraan masyarakat yang dapat digambarkan melalui Keseimbangan Pasar. [3]
Ditinjau dari fungsinya, Zakat memiliki 2 peran yang sangat penting : 
a. Zakat berfungsi mengurangi tingkat pendapatan yang dikonsumsi oleh golongan muzakky. Oleh karena itu, pengaplikasian zakat diharapkan mampu mengerem tingkat konsumsinya, sehingga kurva permintaan segmen muzakky tidak meningkat terlalu tajam. Hal ini berdampak positif pada menurunnya peningkatan harga-harga komoditas. 
b. Zakat berfungsi sebagai media transfer pendapatan sehingga mampu meningkatkan daya beli orang miskin. Dengan menerima zakat diharapkan segmen mustahik meningkatkan daya belinya sehingga mampu berinteraksi dengan segmen muzakky.[4]
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, apakah zakat konsumtif akan menumbuhkan perekonomian? Apakah zakat konsumtif akan menimbulkan dampak yang leih baik dibanding zakat produktif? 
Pembayaran Zakat pada tahap pertama akan menurunkan permintaan orang kaya dari DH1 menuju DH2. Turunnya permintaan ini akan diterima oleh orang miskin sehingga akan berpengaruh terhadap pasar segmen miskin. Jika zakat diterima dalam bentuk barang konsumsi, maka permintaan permintaan orang miskin akan dari Ds1 menuju Ds2 sehingga akan mendorong harga di segmen meningkat. Namun, jika zakat diterima dalam bentuk modal kerja atau produktif, maka penawaran segmen miskin akan meningkat dari Ss1 menuju Ss2. Jumlah permintaan segmen kecil akan meningkat lebih kecil namun diikuti oleh harga yang menurun. Dari gambaran ini dapat disimpulkan bahwa zakat konsumtif maupun zakat produktif akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian selama penurunan permintaan segmen kaya (XH1-XH2) akan diimbangi oleh peningkatan volume perdagangan segmen miskin (Xs3-Xs0) yang lebih besar. Hal ini dipengaruhi oleh : 
1. Kepekaan konsumen miskin terhadap harga barang. Semakin konsumen miskin peka atau elastis terhadap harga, maka zakat produktif akan memiliki dampak inflasioner lebih rendah dan peningkatan output lebih tinggi daripada zakat konsumtif. 
2. Hubungan antara harga dan penjualan segmen miskin. Semakin elastis penawaran segmen miskin, maka semakin tinggi efek zakat konsumtif terhadap peningkatan output daripada zakat produktif. 
3. Hasrat untuk konsumsi segmen miskin. Hasrat ini menunjukkan seberapa besar bagian pendpatan yang akan dikonsumsi dan bisa dicerminkan dari nilai elastisitas permintaan terhadap pendapatan. Semakin elastis permintaan terhadap pendapatan berarti tambahan pendapatan segmen miskin akan dihabiskan untuk konsumsi, dan hal ini semakin meningkatkan besarnya efek zakat konsumtif. 
Dari gambaran ini, tidak selalu zakat produktif memiliki efek terhadap perekonomian yang lebih baik, hal ini terutama dipengaruhi oleh perilaku ekonomi masyarakat mustahiq.[5]

KESIMPULAN 
Secara umum umat Islam mengharapkan agar pelaksanaan zakat dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya berdasarkan syari’at Islam. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah termasuk ulama dan ilmuwan agar implementasi zakat terlaksana. 
Untuk itu sebenarnya konsep operasional penerapan zakat, dapat dijadikan contoh dan terus dikembangkan pada masa sekarang, serta diaktualisasikan sesuai dengan pertumbuhan dan tuntutan masyarakat. 
Dengan memberdayakan zakat secara optimal (mulai dari pemetaan data muzakki, pencatatan muzakki, pengumpulan dana/benda zakat, pendistribusian dana/benda zakat, pemetaan dan pencatatan penerima zakat) yang selalu diupdate, insya Allah masalah perekonomian khususnya tentang kemiskinan finansial masyarakat kita akan mendapat enjeksi solutif, sehingga kita akan melihat lahirnya masyarakat yang sejahtera dari sisi ekonomi. 

[1] Sumber : http://www.salafy.or.id
[2] Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, Bogor, Pustaka Litera Antar Nusa, Tahun 2004. Hal : 21
[3] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta, Ekonomi Islam, Jakarta, PT Rajawali Pers, 2009. Hal : 404 
[4] Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam UII Yogyakarta, Ekonomi Islam, Jakarta, PT Rajawali Pers, 2009. Hal : 405 
[5]Ibid, Hal; 407-408

Komentar