Prinsip-prinsip Operasional Bank Syariah

Blog Ekonomi -  Islam  adalah suatu agama (way of life) yang praktis, mengajarkan segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya, selain itu Islam  adalah agama fitrah, yang sesuai dengan sifat dasar manusia (human nature).
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada, paling tidak dua ajaran Qur’an  yaitu:
Prinsip At Ta’awun, yaitu tolong menolong antara  satu sama lainnya/ bekerja sama antara anggota masyarakat untuk kebaikan,  sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an yaitu:
“…..dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat kejahatan/dosa  dan pelanggaran….” (QS  5:2).
Prinsip menghindari Al Ikhtinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkannya menganggur (idle) atau tidak berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an:“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu…..”(QS  4:29).
Perbedaan pokok antara perbankan Islam dan perbankan konvensional  adalah adanya larangan riba (bunga) dalam perbankan Islam. Riba  itu diharamkan/dilarang keras, sedangkan sistem jual beli dihalalkan  dalam Agama Islam .
Perbandingan antara bank syariah dan bank konvensional adalah sebagai berikut:
Bank Islam
Bank Konvensional
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Pandangan Islam terhadap Uang
Bank Islam
@Melakukan hanya investasi yang halal menurut hukum Islam
@Memakai prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa
@Berorientasi keuntungan dan falah (kebahagiaan dunia dan akhirat sesuai ajaran Islam)
@Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan
@Penghimpunan dan penyaluran dana sesuai fatwa Dewan Pengawas Syariah
Bank Konvensional
@Melakukan investasi baik yang halal atau haram menurut hukum Islam
@Memakai perangkat suku bunga
@Berorientasi keuntungan
@Hubungan dengan nasabah dalam bentuk kreditur-debitur
@Penghimpunan dan penyaluran dana tidak diatur oleh dewan sejenis
Tujuan umat Islam  mendirikan bank Islam  yaitu untuk mempromosikan dan mengembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah Islam dan tradisinya ke dalam transaksi keuangan dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Prinsip utama yang dianut oleh bank Islam  adalah:
1) Larangan berbuat Riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi.
2) Larangan Maysir (ketidakpastian) karena termasuk dalam hukum perjudian.
3) Larangan Gharar (penipuan). 
4) Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan keuntungan yang sah menurut syariah Islam .
5) Memberikan zakat.
Pandangan Islam terhadap Uang
Dalam pengertian kontemporer, uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai. Taqyudin al-Nabhani menyatakan, nuqud adalah standar nilai yang dipergunakan untuk menilai barang dan jasa. Oleh karena itu uang didefinisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur barang dan jasa. Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam masyarakat baik untuk barang produksi maupun jasa, baik itu uang yang berasal dari emas, perak, tembaga, kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat dan dianggap sebagai uang. Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi persyaratan tertentu yakni:
1) Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
2) Tahan lama.
3) Bendanya mempunyai mutu yang sama.
4) Mudah dibawa-bawa.
5) Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya.
6) Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
7) Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter (pemerintah).
Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah umum syari’at Islam. Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan kemaslahatan umat, karena itu bermain-main dalam penerbitan uang akan mendatangkan kerusakan ekonomi rakyat dan negara.
Misalnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang akibat turunnya nilai uang yang bisa saja disebabkan oleh pembengkakan jumlah uang beredar, dan sebagainya. Kondisi ini biasanya diiringi dengan munculnya inflasi di tengah masyarakat yang justru mendatangkan kemudaratan pada rakyat. Karena ekonom muslim berpendapat bahwa penerbitan uang merupakan otoritas negara dan tidak dibolehkan bagi individu untuk melakukan hal tersebut karena dampaknya sangat buruk.
Dalam hal ini Imam Ahmad mengatakan tidak boleh mencetak uang melainkan harus dicetak oleh negara dan dengan izin pemerintah, karena jika masyarakat luas dibolehkan mencetak uang akan terjadi bahaya besar. Untuk menjaga stabilitas nilai tukar uang, Ibn Taimiyah (1263-1328 M) menegaskan, pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam masalah ini harus mencetak uang sesuai dengan nilai transaksi dari penduduk. Jumlah uang yang beredar harus sesuai dengan nilai transaksi. Ini berarti Ibn Taimiyah melihat hubungan yang erat antara jumlah uang beredar dengan total nilai transaksi dan tingkat harga.

Komentar