Blog Ekonomi - Artikel Persepsi dan Pembuatan Keputusan Individual adalah salah satu materi dari mata kuliah Perilaku Organisasi.
Setiap orang mempunyai pengertian akan suatu peristiwa atau masalah yang terjadi pada dirinya atau pengalaman. Pengertian ini akan berbeda pada setiap individu walaupun melihat hal yang sama.
Setiap orang mempunyai pengertian akan suatu peristiwa atau masalah yang terjadi pada dirinya atau pengalaman. Pengertian ini akan berbeda pada setiap individu walaupun melihat hal yang sama.
Salah satu contoh yang terjadi pada perstiwa 11
September 2001, kehidupan masyarakat Amerika sebagian besar berubah. Perubahan
ini disebabkan oleh berbagai stereotip yang dimiliki oleh masyarakat Amerika
tentang orang-orang Muslim.
Serangan teroris 11 September juga menyadarkan
berjuta-juta orang Muslim yang hidup di Amerika tentang kekuatan yang
menyakitkan dari stereotip. Stereotip yang ada ini merupakan bagian dari
persepsi dan membentuk berbagai penilaian yang kita buat tentang individu
lain. Persepsi yang timbul dalam masyarakat
dapat berhubungan dengan pembuatan keputusan pada individu-individu.
Menurut Stephen P. Robbins persepsi (perception)
adalah proses di mana individu mengatur dan menginterprestasikan kesan-kesan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Riset tentang
persepsi secara konsisten menunjukkan bahwa individu yang berbeda dapat melihat
hal yang sama tetapi memahaminya secara berbeda. Kenyataannya adalah bahwa tak
seorang pun dari kita melihat realitas. Yang kita lakukan adalah
menginterprestasikan apa yang kita lihat dan menyebutnya sebagai realitas.
Akibat dari serangan yang terjadi di Amerika, pada
umumnya masyarakat USA mempunyai persepsi bahwa orang Muslim identik dengan
teroris. Karena masyarakat Amerika menginterprestasikan apa yang dilihatnya
pada saat itu. Tetapi saat ini ada beberapa masyarakat yang mempunyai persepsi
bahwa tidak semua orang Muslim adalah teroris.
Maka dari itu, kami akan menjelaskan hanya yang berkaitan
dengan “Persepsi dan Pembuatan Keputusan Individual”.
1.
Pengertian Persepsi
Persepsi
adalah suatu proses yang ditempuh individu-individu untuk mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan. Namun apa
yang merupakan persepsi seseorang dapat berbeda dari kenyataan yang objektif.
Karena perilaku orang didasarkan pada persepsi mereka akan realitas, dan bukan
pada realitas itu sendiri, maka persepsi sangat penting pula dipelajari dalam
perilaku organisasi.
Persepsi
menurut Robbins adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada
lingkungan mereka.
Menurut
Manahan, persepsi adalah gambaran seseorang tentang sesuatu obyek yang menjadi
fokus permasalahan yang sedang dihadapi.
Ada
3 (tiga) faktor yang mempengaruhi persepsi, yaitu :
a.
Pelaku
persepsi : penafsiran seorang
individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, kepentingan atau
minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan. Kebutuhan atau motif yang tidak
dipuaskan akan merangsang individu dan mempunyai pengaruh yang kuat pada
persepsi mereka.
b.
Target
: Gerakan, bunyi, ukuran, dan atribut-atribut lain dari target akan membentuk
cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari berbagai
sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan akan
dipersepsikan secara bersama-sama pula.
c.
Situasi
: Situasi juga berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita
yang berparas lumayan mungkin tidak akan terlalu ‘terlihat’ oleh laki-laki bila
ia berada di mall, namun jika ia berada dipasar, kemungkinannya sangat besar
bahwa para lelaki akan memandangnya.
Dari
pendapat di atas yang dimaksud dengan persepsi adalah proses gambaran yang ada
pada individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan yang diterima oleh
indera sehingga memberikan makna kepada lingkungan.
Ketika
seorang individu melihat suatu sasaran atau mengobservasi dan berusaha
menginterprestasikan apa yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi
oleh karakteristik dari pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi
yang mempengaruhi persepsi terdiri dari sikap, kepribadian, motif, kepentingan,
pengalaman masa lalu, dan harapan.
2.
Beberapa Isu Mengenai Persepsi Orang
-
Teori
persepsi; persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan
persepsi terhadap objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh
para ahli berkaitan dengan cara membuat penilaian mengenai orang lain atau
persepsi orang adalah teori atribusi : teori yang mengarahkan bagaimana kita
mengamati perilaku individu dan mencoba menentukan apakah masalah tersebut
ditimbulkan secara internal atau eksternal
-
Teori
Atribusi menurut Manahan adalah proses pembentukan persepsi dimulai dengan
jalan obsevasi tentang sesuatu obyek atau subyek, yang kemudian
diinterpretasikan menjadi persepsi dengna melengkapi gambaran-gambaran penyebab
dan yang akan mengakibatkan sesuai akan terjadi secara berlanjut.
Sedangkan
menurut Robbins adalah pada dasarnya mengungkapkan bahwa bila individu
mengamati perilaku, mereka mencoba menentukan apakah itu disebabkan faktor
internal atau eksternal. Misalnya saja persepsi kita terhadap orang akan
dipengaruhi oleh penyebab-penyebab internal karena sebagai manusia mereka
mempunyai keyakinan, maksud, dan motof-motif didalam dirinya. Namun persepsi
kita terhadap benda mati seperti gedung, api, air, dan lain sebagainya, akan
berbeda karena mereka adalah benda mati yang memiliki hukum alamnya sendiri
(eksternal). Penentuan apakah perilaku itu merupakan penyebab eksternal atau
internal bergantung pada tiga faktor :
-
Kekhususan : apakah seorang individu
memperlihatkan perilaku yang berlainan dalam situasi yang berlainan.
-
Konsensus : yaitu jika setiap orang yang
menghadapi situasi serupa bereaksi dengan cara yang sama.
-
Konsistensi : apakah seseorang memberikan reaksi
yang sama dari waktu ke waktu.
Salah
satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau
prasangka (bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik
atribusi. Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor
dari luar dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja,
penurunan penjualan seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari
kemalasannya daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada
beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi
yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk
membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam
kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini
dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
-
Persepsi selektif : orang-orang secara selektif
menafsirkan apa yang mereka saksikan berdasarkan pengalaman, latar belakang,
kepentingan, dan sikap. Hal ini dikarenakan kita tidak dapat mengamati semua
yang berlangsung disekitar kita.
-
Efek halo : yaitu menarik eksan umum mengenai
seorang individu berdasarkan suatu karakteristik tunggal.
-
Efek kontras : yaitu evaluasi atas karakteristik-karakteristik
seseorang yang dipengaruhi oleh pembandingan-pembandingan dengan orang lain
yang baru saja dijumpai yang berperingkat lebih tinggi atau lebih rendah pada
karakteristik yang sama.
-
Proyeksi : Yaitu menghubungkan karakteristik
kita sendiri ke orang lain. Misalnya saja orang yang bekerja dengan cepat dan
ulet akan menganggap orang lain sama dengannya.
-
Berstereotipe : yaitu menilai seseorang
bedasarkan persepsi seorang terhadap kelompok seseorang itu. Misalnya kita
menilai bahwa orang yang gemuk malas, maka kita akan mempersepsikan semua orang
gemuk secara sama. Generalisasi seperti ini dapat menyerdehanakan dunia yang
rumit ini dan memungkinkan kita mempertahankan konsistensi, namun sangat
mungkin juga bahwa stereotipe itu tidak mengandung kebenaran ataupun tidak
relevan.
3.
Penerapan Khusus dalam Organisasi
Penilaian
memiliki banyak konsekuensi bagi organisasi. Didalamnya orang-orang selalu
saling menilai. Berikut ini adalah beberapa penerapannya yang lebih jelas :
a.
Wawancara
karyawan : bukti menunjukkan bahwa wawancara sering membuat penilaian
perseptual yang tidak akurat. Pewawancara yang berlainan akan melihat hal-hal
yang berlainan dalam diri seorang calon yang sama. Jika wawancara merupakan
suatu masukan yang penting dalam keputusan mempekerjakan, perusahaan harus
mengenali bahwa faktor-faktor perseptual mempengaruhi siapa yang dipekerjakan
dan akhirnya mempengaruhi kualitas dari angkatan kerja suatu organisasi.
b.
Pengharapan
kinerja : Bukti menunjukkan bahwa orang akan berupaya untuk mensahihkan
persepsi mereka mengenai realitas, bahkan jika persepsi tersebut keliru.
Pengharapan kita mengenai seseorang/sekelompok orang akan menentukan perilaku
kita. Misalnya manager memperkirakan orang akan berkinerja minimal, mereka akan
cenderung berperilaku demikian untuk memenuhi ekspektasi rendah ini.
c.
Evaluasi
kinerja : penilaian kinerja seorang karyawan sangat bergantung pada proses
perseptual. Walaupun penilaian ini bisa objektif, namun banyak yang dievaluasi
secara subjektif. Ukuran subjektif adalah berdasarkan pertimbangan, yaitu
penilai membentuk suatu kesan umum mengenai karyawan. Semua persepsi dari
penilai akan mempengaruhi hasil penilaian tersebut.
d.
Upaya
karyawan : Dalam banyak organisasi, tingkat upaya seorang karyawan dinilai
sangat penting, jadi bukan hanya kinerja saja. Namun penilaian terhadap upaya
ini sering merupakan suatu pertimbangan subjektif yang rawan terhadap
distorsi-distorsi dan prasangka (bias) perseptual.
e.
Kesetiaan
karyawan : pertimbangan lain yang sering dilakukan manager terhadap
karyawan adalah apakah karyawan tersebut setia atau tidak kepada organisasi.
Sayangnya, banyak dari penilaian kesetiaan tersebut bersifat pertimbangan.
Misalnya saja individu yang melaporkan tindakan tak etis dari atasan dapat dilihat
sebagai bertindak demi kesetiaan kepada organisasi ataupun sebagai pengacau.
4.
Hubungan antara Persepsi dan Pengambilan
Keputusan Individual
Pengambilan
kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian
yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam
organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar
dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Pengambilan
keputusan terjadi sebagai suatu reaksi terhadap suatu masalah. Terdapat suatu penyimpangan
antara suatu keadaan dewasa ini dan sesuatu keadaan yang diinginkan, yang
menuntut pertimbangan arah tindakan alternatif. Misalnya, seorang manager suatu
divisi menilai penurunan penjualan sebesar 2% sangat tidak memuaskan, namun
didivisi lain penurunan sebesar itu dianggap memuaskan oelh managernya.
Perlu
diperhatikan bahwa setiap keputusan menuntut penafsiran dan evaluasi terhadap
informasi. Karena itu, data yang diterima perlu disaring, diproses, dan
ditafsirkan. Misalnya, data mana yang relevan dengan pengambilan keputusan.
Persepsi dari pengambil keputusan akan ikut menentukan hal tersebut, yang akan
mempunyai hubungan yang besar pada hasil akhirnya.
Dalam
kenyataannya pengambilan keputusan yang dilakukan oleh seseorang tidak
sistematis seperti proses yang dikemukakan sebelumnya. Keputusan individu dalam
organisasi biasanya dilakukan untuk permasalahan-permasalahan yang tidak
kompleks. Dalam pengambilan suatu keputusan individu dipengaruhi oleh empat
faktor utama yaitu nilai individu, kepribadian, kecenderungan dalam pengambilan
resiko dan kemungkinan ketidakcocokan.
Persepsi
merupakan fungsi penting bagi individu dalam membuat keputusan (decission
making) karena persepsi mejadi landasan bagi individu untuk meyusun
identifikasi, analisa, serta menyimpulkan suatu objek atau subjek yang
dipersepsikan.
5.
Proses Pengambilan Keputusan Rasional
Pengambil
keputusan harus membuat pilihan memaksimalkan nilai yang konsisten dalam
batas-batas tertentu. Ada enam langkah dalam model pengambilan keputusan yang
rasional, yaitu : menetapkan masalah, mengidentifikasi kriteria keputusan,
mengalokasikan bobot pada kriteria, mengembangkan alternatif, mengevaluasi
alternatif, dan memilih alternatif terbaik.
Model
pengambilan keputusan yang rasional diatas mengandung sejumlah asumsi, yaitu :
-
Kejelasan masalah : pengambil keputusan memiliki
informasi lengkap sehubungan dengan situasi keputusan.
-
Pilihan-pilihan diketahui : pengambil keputusan
dapat mengidentifikasi semua kriteria yang relevan dan dapat mendaftarkan semua
alternatif yang dilihat.
-
Pilihan yang jelas : kriteria dan alternatif
dapat diperingkatkan sesuai pentingnya.
-
Pilihan yang konstan : kriteria keputusan
konstan dan beban yang ditugaskan pada mereka stabil sepanjang waktu.
-
Tidak ada batasan waktu dan biaya : sehingga
informasi lengkap dapat diperoleh tentang kriteria dan alternatif.
-
Pelunasan maksimum : alternatif yang dirasakan
paling tinggi akan dipilih.
6.
Meningkatkan Kreativitas dalam Pengambilan
Keputusan
Dengan
adanya kreativitas pengambil keputusan dapat memproduksi gagasan-gagasan baru
yang bermanfaat. Selain itu, juga memungkinkan untuk lebih menghargai dan
memahami masalah, termasuk masalah yang tidak dapat dilihat orang lain.
a.
Potensial
kreatif : yaitu potensi yang dimiliki kebanyakan orang, namun untuk
mengeluarkannya orang harus keluar dari kebiasaan psikologis yang kebanyakan
dari kita terlibat didalamnya dan belajar bagaimana berpikir tentang satu
masalah dengan cara yang berlainan.
b.
Model
kreativitas tiga komponen : suatu badan riset menunjukkan bahwa kreativitas
individual pada hakikatnya menuntut keahlian, ketrampilan berpikir kreatif, dan
motivasi tugas intrinsik. Semakin tinggi tingkat dari masing-masing komponen
ini, maka semakin tinggi pula kreativitas seseorang.
Dalam
suatu organisasi mengambil keputusan merupakan solusi dari suatu masalah yang
disepakati bersama dan sesuai dengan tujuan dari oragansasi itu sendiri.
Kebanyakan keputusan dalam organisasi biasanya diambil seperti dibawah ini :
a.
Rasionalitas
terbatas : para individu mengambil keputusan dengan merancang bangun
model-model yang disederhanakan yang menyuling ciri-ciri hakiki dari masalah
tanpa menangkap semua kerumitannya. Bila berhadapan pada masalah yang kompleks,
kebanyakan orang menanggapi dengan mengurangi masalah pada level amna masalah
itu dapat dipahami. Ini disebabkan karena kemampuan manusia mengolah informasi
terbatas, membuatnya tidak mungkin mengasimilasi dan memahami semua informasi
yang perlu untuk optimisasi. Dengan demikian, mereka mencari pemecahan yang
memuaskan.
b.
Intuisi
: penggunaan intuisi untuk mengambil keputusan tidak lagi diangap tak rasional
atau tak efektif. Ada pengakuan yang makin berkembang bahwa analisis rasional
terlalu ditekankan dan bahwa dalam kasus-kasus tertentu mengandalkan pada
intuisi dapat memperbaiki pengambilan keputusan. Namun perlu dilihat bahwa
definisi intuitif dari para ahli adalah suatu proses tak sadar yang diciptakan
dari dalam pengalaman yang tersaring. Intuisi ini juga saling melengkapi dengan
analisi rasional. Ada 8 kondisi dimana orang paling mungkin menggunakan intuisi
didalam pengambilan keputusan, yaitu : bila ada ketakpastian dalam tingkat yang
tinggi, bila hanya sedikit preseden untuk diikuti, bila variabel-variabel
kurang dapat diramalkan secara ilmiah, bila ‘fakta’ terbatas, bila fakta tidak
menunjukkan dengan jelas jalan utnuk dituruti, bila data analitis kurang
berguna, bila ada beberapa penyelesaian alternatif untuk dipilih dengan argumen
yang baik, dan bila waktu terbatas dan ada tekanan untuk segera diambil
keputusan yang tepat.
c.
Identifikasi
masalah : masalah yang tampak cenderung memiliki probabilitas terpilih
lebih tinggi dibanding masalah-masalah yang penting. Ada dua alasan atas hal
tersebut : mudah untuk mengenal masalah-masalah yang tampak, dan karena kita
prihatin dengan pengambilan keputusan dalam organisasi sehingga para pengambil
keputusan ingin tampil kompeten dan ‘berada pada puncak masalah’.
d.
Pengembangan
alternatif : bukti menunjukkan bahwa pengambilan keputusan adalah
inkremental, bukan komprehensif. Artinya pengambil keputusan mengindari
tugas-tugas sulit yang mempertimbangkan semua faktor penting, menimbang relatif
untung dan ruginya, serta mengkalkulasi nilai untuk masing-masing alternatif.
Sebagai gantinya, mereka membuat suatu perbandingan terbatas yang bersifat
suksesif. Akibatnya pilihan keputusanpun disederhanakan dengan hanya
membandingkan alternatif-alternatif yang berbeda dalam tingkat yang relatif
kecil dari pilihan terbaru.
e.
Membuat
pilihan : untuk menghindari keputusan yang terlalu sarat, para pengambil
keputusan mengandalkan heuristik atau jalan pintas penilaian dalam pengambilan
keputusan. Ada dua kategori umum heuristik dan satu bias lainnya, yaitu :
1)
Heuristik
ketersediaan : kecenderungan pada orang untuk mendasarkan penilaian pada
informasi yang sudah ada ditangan mereka. Ini menjelaskan mengapa para manager
lebih mempertimbangkan kinerja terakhir karyawan daripada kinerjanya setengah
tahun yang lalu. Sama halnya dengan pikiran orang bahwa naik pesawat lebih
berbahaya daripada mobil.
2)
Heuristik
representatif : menilai kemungkinan dari suatu kejadian dengan menarik
analogi dan melihat situasi identik dimana sebenarnya tidak identik. Contohnya
adalah manager yang sering menghubungkan keberhasilan suatu produk baru dengan
keberhasilan produk sebelumnya, anak-anak yang menonton film Superman dan
merasa dirinya seperti Superman, dan lain sebagainya.
3)
Peningkatan
komitmen : suatu peningkatan komitmen pada keputusan sebelumnya meskipun
ada informasi negatif. Individu meningkatkan komitmen terhadap suatu arah
tindakan yang gagal ketika mereka memandang diri mereka sebagai orang yang
bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, dengan tujuan untuk memperlihatkan
bahwa keputusan awal mereka tidak keliru dan menghindari keharusan untuk
mengakui kekeliruan itu. Banyak organisasi menderita kerugian karena seorang
manager bertekad membuktikan bahwa keputusan awalnya benar dengan terus
mengorbankan sumber daya kepada apa yang merupakan kerugian sejak awal.
7.
Perbedaan individual-gaya pengambilan keputusan
Dari
hasil riset mengidentikasikan empat pendekatan individual yang berbeda dalam
pengambilan keputusan, yaitu :
-
Analitis
: memiliki toleransi jauh lebih besar terhadap ambiguitas, cermat, mampu menyesuaikan
diri dengan situasi baru.
-
Direktif
: memiliki toleransi rendah atas ambiguitas, mencari rasionalitas, efisien,
logis, mengambil keputusan cepat, dan berorientasi jangka pendek.
-
Konseptual
: berpandangan sangat luas, mempertimbangkan banyak alternatif, orientasi
jangka panjang, dan anagt baik untuk menemukan solusi yang kreatif.
-
Perilaku
: bisa bekerja baik dengan yang lain, memperhatikan kinerja rekan kerja dan
usulan-usulan mereka, mengandalkan pertemuan untuk berkomunikasi, mencoba menghindari
konflik, dan mengupayakan penerimaan.
8.
Hambatan dari organisasi
Hambatan
dari organisas mengakibatkan para manager akan membentuk keputusan sesuai
dibawah ini :
-
Evaluasi
kinerja : manager dipengaruhi oleh kriteria yang mereka gunakan untuk mengevaluasi.
Mereka akan bertindak sesuai apa yang dijadikan penilaian/tolok ukur.
-
Sistem
imbalan : yaitu dengan mengemukakan kepada karyawan pilihan apa yang lebih
disukai terhadap upah. Umumnya organisasi membuat peraturan formal untuk
membakukan perilaku anggotanya. Dengan memprogramkan keputusan, organisasi
mampu membuat individu mencapai level kinerja tinggi, namun membatasi pilihan
pengambilan keputusan.
-
Pembatasan
waktu yang menentukan sistem : batas waktu yang eksplisit dalam pengambilan
keputusan menciptakan tekanan waktu pada pengambil keputusan dan sering
mempersulit untuk mengumpulkan semua informasi yang ingin merka dapatkan.
-
Reseden
historis : keputusan yang diambil dimasa lalu akan terus membayangi
keputusan saat ini.
9.
Perbedaan budaya
Latar
belakang budaya dari pengambil keputusan dapat mempengaruhi seleksi masalah,
kedalaman analisis, arti penting yang ditempatkan pada logika dan rasionalitas,
atau apakah keputusan organisasional hendaknya diambil secara otokratis atau
secara kolektif.
Menurut
Robbins lebih lanjut mengemukakan kultur berbeda-beda berdasarkan orientasi
waktu, kepentingan rasionalitas, keyakinan terhadap kemampuan individu untuk
menyelesaikan masalah, dan pilihan untuk membuat keputusan kolektif.
Bagian
terakhir adalah mengenai keetisan dalam pengambilan keputusan. Ada tiga
kriteria keputusan yang etis, yaitu : kriteria utilitarian (dimana keputusan
diambil semata-mata atas dasar hasil/konsekuensi mereka), menekankan pada hak
dasar individu sesuai dengan Piagam Hak Asasi, dan menekankan pada keadilan.
Kepedulian yang meningkat dalam masyarakat mengenai hak individu dan keadilan
sosial menyarankan perlunya bagi manager untuk mengembangkan standar-standar
etika yang didasarkan pada kriteria non-utiliter. Tentu saja ini adalah sebuah
tantangan yang besar bagi manager, karena dengan demikian akan melibatkan jauh
lebih banyak ambiguitas. Ini membantu menjelaskan mengapa para manager makin
banyak dikritik karena tindakan-tindakannya. Kini, keputusan seperti menaikkan
harga, menutup pabrik, memberhentikan karyawan secara massal, memindahkan
produksi keluar negeri untuk mengurangi biaya, hanya dapat dibenarkan dalam
makna utiliter, sedangkan keputusan tidak dapat lagi dinilai hanya dari
kriteria tunggal tersebut.
KESIMPULAN
Persepsi
adalah suatu proses yang ditempuh oleh setiap individu untuk mengorganisasikan
dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan
mereka.
Ketika
seorang individu melihat suatu sasaran dan berusaha menginterprestasikan apa
yang ia lihat, interprestasi itu sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari
pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi
terdiri dari sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan harapan.
Teori
persepsi; persepsi yang diberikan terhadap orang akan berbeda dengan persepsi
terhadap objek mati, terdapat beberapa teori yang dikemukakan oleh para ahli
berkaitan dengan cara membuat penilaian mengenai orang lain atau persepsi orang
adalah teori atribusi : teori yang mengarahkan bagaimana kita mengamati
perilaku individu dan mencoba menentukan apakah masalah tersebut ditimbulkan
secara internal atau eksternal.
Salah
satu penemuan yang menarik dari teori ini adalah bahwa ada kekeliruan atau prasangka
(bias, sikap berat sebelah) yang menyimpangkan atau memutar balik atribusi.
Bukti mengemukakan bahwa kita cenderung meremehkan pengaruh faktor dari luar
dan melebih-lebihkan pengaruh faktor internal. Misalnya saja, penurunan
penjualan seorang salesman akan lebih dinilai sebagai akibat dari kemalasannya
daripada akibat kalah saing dari produk pesaing.
Ada
beberapa teknik dalam menilai orang yang memungkinkan kita membuat persepsi
yang lebih akurat dengan cepat dan memberikan data yang valid (sahih) untuk
membuat ramalan. Namun teknik-teknik ini akan menceburkan kita dalam
kesulitankarena tidak ‘foolproof’. Karena itu, pemahaman akan jalan pintas ini
dapat membantu kita mewaspadai bila teknik-teknik ini menghasilkan distorsi.
Pengambilan
kuputusan individual, baik ditingkat bawah maupun atas, merupakan suatu bagian
yang penting dari perilaku organisasi. Tetapi bagaimana individu dalam
organisasi mengambil keputusan dan kualitas dari pilihan mereka sebagian besar
dipengaruhi oleh persepsi mereka.
Dari
hasil riset setiap indivdu berbeda dalam mengambil keputusan melalui pendekatan
yaitu; analitis, direktif, konseptual dan perilaku.
Selain
dari empat pendekatan tersebut, terdapat juga latar belakang budaya yang
mempengaruhi persepsi individu dalam membuat keputusan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
blog.indonesia.com/blog_archieve_12920_9.html
C. M. Judd dan B. Park. Definition
and Assessment of Accuracy in Social Stereotypes, Psycological Review, Januar
1993.
J. S. Bruner dan R. Tagiuri. The
Perception of People. in E. Lindzey (ed.) Addison-Wesley. 1954
kuliahpsikologi.dekrzky.com/teori_atribusi
Robbins. Stephen P. Prinsip-prinsip
Perilaku Organisasi, Penerbit; Erlangga, Jakarta. 2002
Robbns. Stephen P. and Judge.
Timothy A. Perilaku Organisasi. Buku I. Penerbit; Salemba Empat, Jakarta, 2009
Suryabrata. S. Psikologi
Pendidikan. Penerbit; RajaGrafindo Persada. Jakarta.2005
Theme:Blix by Sebastian
Schmieg.blog at WordPress.com. Faktor Individu dalam Pengambilan Keputusan.
Tampubolon. Manahan P. Perilaku
Keorganisasian (Organization Behavior) Perspektif Organisasi Bisnis. Edisi
Kedua.Penerbit; Ghalia Indonesia, Bogor.2008.
Komentar
Posting Komentar